Peneneliti keamanan komputer asal Jerman Ralph Langner bersama dengan beberapa peneliti lainnya berhasil mengungkapkan virus baru berbahaya yang disebut Stuxnet. Yang mengejutkan Indonesia, masuk kedalam daftar negara yang diserang Stuxnet.
Dalam pemberitaanya, ahli komputer Jerman mengklaim jika virus ini telah berhasil menyusup ke Indonesia, bersama dengan Iran, India dan Amerika Serikat (AS). Namun target pastinya adalah pembangkit nuklir Iran yang dikabarkan akan mulai beroperasi pada Oktober ini.
Bisa jadi Stuxnet yang menyerang Indonesia, menyusup melalui sistem jaring Siemens. Karena virus ini sendiri sebenarnya dirancang untuk sistem kendali pengawasan dan akuisisi data milik Siemens, atau yang dikenal dengan nama SCADA). Sistem ini biasanya digunakan untuk mengelola dan mengawasi persediaan air, pengeboran minyak, pembangkit listrik dan fasilitas industri lainnya.
Jika benar Indonesia mengalami hal tersebut, maka sistem keamanan sensitif di negara ini dalam bahaya. Sebab, menurut hasil penelitian Langner, software ini dibuat khusus untuk mencari dan men-sabotase fasilitas berbahaya, seperti fasilitas nuklir milik Iran.
Nantinya, software yang dibuat dengan sistem pengkodean tertentu dapat mengenali fasilitas berbahaya untuk kemudian menghancurkannya secara otomatis.
"Perangkat lunak berbahaya (malware) ini dijuluki Stuxnet. Dirinya dapat menemukan secara otomatis kendali jaringan di fasilitas yang diprediksi berbahaya dan kemudian menghancurkannya," katanya.
Memang hingga saat ini, belum ada laporan mengenai jaringan yang terinfeksi oleh Stuxnet. Kendati demikian, Indonesia bisa mengambil langkah yang dilakukan oleh Iran yang mengumpulkan para ilmuwannya untuk menghadang virus yang diduga untuk mata-mata tersebut.
Berita mengenenai virus Stuxnet terus menjadi bahan pembicaraan serius. Memang malware bukanlah hal yang baru. Tahun lalu, jaringan komputer diserang virus yang disebut dengan conflicker yang menggunakan teknik cerdas untuk menghindari desinfeksi.
Namun, menurut pendiri dan CEO perusahaan keamanan Kaspersky Lab Eugene Kaspersky, bahwa virus Stuxnet adalah 'bintang' dengan teknik baru yang menyerang jauh lebih berbahaya dari jenis virus sebelumnya.
"Saya pikir ini adalah titik balik, ini adalah waktu ketika kami sampai di dunia benar-benar baru, karena di masa lalu hanya ada penjahat cyber, sekarang saya takut itu adalah waktu cyber-terorisme, cyber-senjata dan cyber-perang," katanya, seperti yang dilansir melalui Techie Buzz, Senin (2/9/2010).
Sistem ini telah dikonfirmasi untuk telah menyebabkan kerusakan yang luas untuk fasilitas nuklir Iran, dan sedang saat ini dianalisis oleh organisasi keamanan Amerika Serikat.
Virus Stuxnet ni juga telah ditemukan dalam sistem Siemens di India, Indonesia, Pakistan dan tempat lainnya. Stuxnet dirancang cukup unik karena kemampuannya untuk mengidentifikasi jaringan kontrol fasilitas dan menghancurkannya.
"Program jahat ini tidak dirancang untuk mencuri uang, mengirim spam, mengambil data pribadi. Ini bagian dari malware yang dirancang untuk sabotase keamaman dan kerusakan sistem industri," sebut Eugene Kaspersky.
Virus sabotase Stuxnet diprediksi dibuat oleh sekumpulan hacker yang mendapatkan dana dari negara makmur yang berkuasa, atau perusahaan yang memiliki banyak uang.
Meski banyak spekulasi yang menyatakan virus sabotase itu mengincar proyek nuklir Iran, namun pihak Symantec maupun pemerintah AS mengaku belum menemukan bukti jika target tersebut benar adanya.
Namun begitu pihak Symantec memprediksi untuk menciptakan kode berbahaya tersebut dibutuhkan sekira lima hingga 10 orang hacker yang memiliki pendidikan tinggi, telah terlatih dengan baik dan dibayar cukup besar. Sayangnya pemerintah AS dan para analis belum bisa menunjukkan dari mana virus tersebut berasal.
Saat ini malware tersebut diprediksi telah menginfeksi sekira 45.000 sistem komputer di seluruh dunia. Siemens AG, perusahaan yang mendesain sistem yang menjadi target virus tersebut, mengatakan jika Stuxnet telah menginfeksi 15 sistem kendali pembangkit listrik, termasuk sistem filtrasi air, pengeboran minyak, listrik dan pembangkit nuklir.
"Sekira 60 persen komputer yang telah terinfeksi Stuxnet berada di Iran. Sedangkan 18 persen komputer lainnya berada di Indonesia. Hanya dua persen komputer AS yang terinfeksi," ujar Liam O Murchu, Manager of Security Response Operations Symantec Corp, seperti dikutip melalui Associated Press, Senin (27/9/2010).
Menurut pihak Symantec, sejumlah negara dengan keahlian komputer tinggi memiliki kemampuan untuk menciptakan kode seperti itu. Negara yang dimaksud adalah China, Rusia, Israel, Inggris, Jerman dan AS. Sayangnya O Murchu tidak bisa menunjuk satu negara pasti.
Sebelumnya, ilmuwan komputer asal Jerman Ralph Langner mengklaim telah menemukan virus komputer yang menyebar melalui USB. Virus tersebut dapat mengenali fasilitas publik yang dianggap berbahaya untuk kemudian mengendalikan dan menghancurkannya secara jarak jauh.
Read more ...